AJI Jakarta Menolak Program Rumah untuk Jurnalis
JAKARTA - Kementerian Perumahan Rakyat akan membangun 1.000 rumah untuk jurnalis
dengan harga murah untuk tipe minimal 36/72 di Citayam, Depok. Khusus
untuk rumah jurnalis, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid berjanji akan
memberikan harga miring sekitar Rp 45 juta per unit dengan cicilan
sekitar Rp 300.000 hingga Rp 400.000 per bulan selama sekitar lima belas
tahun (Kompas.com, 5/4/2012). Harga tersebut di bawah harga normal
untuk rumah bersubsidi.
Program rumah murah untuk jurnalis yang diinisiasi oleh Kementerian Perumahan Rakyat ini menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan bekerjasama dengan bank nasional. Sebenarnya, skema pembiayaan yang sebagian memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara (APBN) ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang berpenghasilan maksimal Rp 3,5 juta (gaji pokok) per bulan dan hanya untuk mereka yang belum pernah punya rumah. Selama ini program rumah murah dengan skema FLPP ini diberikan kepada anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), polisi, dan pegawai negeri sipil.
Selain berjanji untuk memberikan harga miring, dalam penyediaan rumah murah untuk jurnalis ini, Kementerian Perumahan Rakyat mengkoordinasikan langsung program ini. Langkah Kementerian Perumahan Rakyat ini juga sebuah bentuk pengistimewaan kepada para jurnalis. Fakta membuktikan, pengistimewaan harga dan mekanisme ini akan mengurangi daya kritis para jurnalis kepada pemerintah secara umum, khususnya kepada Kementerian Perumahaan Rakyat. Selain itu, langkah yang dilakukan oleh Kementerian Perumahan Rakyat ini rawan terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap persyaratan FLPP.
Bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok dan negara wajib menyediakan tempat tinggal bagi warga negaranya adalah argumen yang dapat kami terima. Namun, penyediaan rumah murah untuk jurnalis ini karena lebih banyak berkaitan dengan profesi seseorang sebagai jurnalis, bukan karena sebagai warga negara dengan kemampuan ekonomi tertentu. Di sisi lain, pada saat yang sama, Kementerian Perumahan Rakyat tidak memberikan perlakuan yang sama kepada profesi lain, seperti perawat di rumah sakit swasta, guru swasta, dosen swasta, dan profesi lainnya yang tidak digaji dari APBN. Pengutamaan ini dibarengi dengan janji untuk memberikan harga yang miring khusus kepada jurnalis di bawah harga yang berlaku untuk kelompok masyarakat lainnya.
Dengan dasar pertimbangan seperti yang telah disampaikan di atas, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyampaikan pendapat dan sikapnya sebagai berikut:
1. Menolak program rumah untuk jurnalis yang sedang diinisiasi oleh Kementerian Perumahaan Rakyat. Program ini bertentangan dengan Kode Etik AJI poin ke-13 yang menyebutkan, "Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi", dan poin ke-9 bahwa, “Jurnalis dilarang menerima sogokan.”
2. Kepemilikan rumah yang terjangkau dan dengan skema yang ringan untuk jurnalis sebaiknya difasilitasi oleh perusahaan media yang bekerjasama dengan pengembang dan lembaga keuangan seperti perbankan dan koperasi, termasuk bekerjasama dengan Jamsostek.
Jakarta, 23 April 2012
Kontak Person:
Umar Indris (Ketua AJI Jakarta) 0818-111-201
Dian Yuliastuti (Sekretaris AJI Jakarta) 0813-18200945
Lampiran
KODE ETIK AJI
Aliansi Jurnalis Independen percaya bahwa kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Dalam menegakkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik atas informasi, anggota AJI memegang teguh Kode Etik sebagai berikut :
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
2. Jurnalis selalu menguji informasi dan hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
3. Jurnalis tidak mencampuradukkan fakta dan opini
4. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.
5. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang tidak memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
6. Jurnalis mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan, pemberitaan serta kritik dan komentar.
7. Jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita.
8. Jurnalis menghindari konflik kepentingan. Jika konflik kepentingan tak bisa dihindari, maka jurnalis menyatakannya secara terbuka kepada publik
9. Jurnalis dilarang menerima sogokan.
10. Jurnalis menggunakan cara yang etis dan profesional untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
11. Jurnalis segera memperbaiki, meralat, atau mencabut berita yang diketahuinya keliru atau tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada publik.
12. Jurnalis melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis dilarang menjiplak.
15. Jurnalis tidak menyembunyikan praktik-praktik tidak etis yang terjadi di kalangan jurnalis dan media.
16. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus atau latar belakang sosial lainnya.
17. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur.
19. Jurnalis menghormati privasi, kecuali untuk kepentingan publik.
20. Jurnalis dilarang menyajikan berita atau karya jurnalistik dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisikpsikologisdanseksua.
21. Jurnalis tidak beritikad buruk, menghindari fitnah, dan pencemaran nama baik.
Program rumah murah untuk jurnalis yang diinisiasi oleh Kementerian Perumahan Rakyat ini menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dan bekerjasama dengan bank nasional. Sebenarnya, skema pembiayaan yang sebagian memakai dana Anggaran Pendapatan dan Belanjar Negara (APBN) ini diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah yang berpenghasilan maksimal Rp 3,5 juta (gaji pokok) per bulan dan hanya untuk mereka yang belum pernah punya rumah. Selama ini program rumah murah dengan skema FLPP ini diberikan kepada anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), polisi, dan pegawai negeri sipil.
Selain berjanji untuk memberikan harga miring, dalam penyediaan rumah murah untuk jurnalis ini, Kementerian Perumahan Rakyat mengkoordinasikan langsung program ini. Langkah Kementerian Perumahan Rakyat ini juga sebuah bentuk pengistimewaan kepada para jurnalis. Fakta membuktikan, pengistimewaan harga dan mekanisme ini akan mengurangi daya kritis para jurnalis kepada pemerintah secara umum, khususnya kepada Kementerian Perumahaan Rakyat. Selain itu, langkah yang dilakukan oleh Kementerian Perumahan Rakyat ini rawan terjadi penyalahgunaan dan pelanggaran terhadap persyaratan FLPP.
Bahwa rumah merupakan kebutuhan pokok dan negara wajib menyediakan tempat tinggal bagi warga negaranya adalah argumen yang dapat kami terima. Namun, penyediaan rumah murah untuk jurnalis ini karena lebih banyak berkaitan dengan profesi seseorang sebagai jurnalis, bukan karena sebagai warga negara dengan kemampuan ekonomi tertentu. Di sisi lain, pada saat yang sama, Kementerian Perumahan Rakyat tidak memberikan perlakuan yang sama kepada profesi lain, seperti perawat di rumah sakit swasta, guru swasta, dosen swasta, dan profesi lainnya yang tidak digaji dari APBN. Pengutamaan ini dibarengi dengan janji untuk memberikan harga yang miring khusus kepada jurnalis di bawah harga yang berlaku untuk kelompok masyarakat lainnya.
Dengan dasar pertimbangan seperti yang telah disampaikan di atas, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menyampaikan pendapat dan sikapnya sebagai berikut:
1. Menolak program rumah untuk jurnalis yang sedang diinisiasi oleh Kementerian Perumahaan Rakyat. Program ini bertentangan dengan Kode Etik AJI poin ke-13 yang menyebutkan, "Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi", dan poin ke-9 bahwa, “Jurnalis dilarang menerima sogokan.”
2. Kepemilikan rumah yang terjangkau dan dengan skema yang ringan untuk jurnalis sebaiknya difasilitasi oleh perusahaan media yang bekerjasama dengan pengembang dan lembaga keuangan seperti perbankan dan koperasi, termasuk bekerjasama dengan Jamsostek.
Jakarta, 23 April 2012
Ketua AJI Jakarta Sekretaris
(Umar Idris) (Dian Yuliastuti)
(Umar Idris) (Dian Yuliastuti)
Kontak Person:
Umar Indris (Ketua AJI Jakarta) 0818-111-201
Dian Yuliastuti (Sekretaris AJI Jakarta) 0813-18200945
Lampiran
KODE ETIK AJI
Aliansi Jurnalis Independen percaya bahwa kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. Dalam menegakkan kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik atas informasi, anggota AJI memegang teguh Kode Etik sebagai berikut :
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
2. Jurnalis selalu menguji informasi dan hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
3. Jurnalis tidak mencampuradukkan fakta dan opini
4. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik.
5. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang tidak memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
6. Jurnalis mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan, pemberitaan serta kritik dan komentar.
7. Jurnalis menolak segala bentuk campur tangan pihak manapun yang menghambat kebebasan pers dan independensi ruang berita.
8. Jurnalis menghindari konflik kepentingan. Jika konflik kepentingan tak bisa dihindari, maka jurnalis menyatakannya secara terbuka kepada publik
9. Jurnalis dilarang menerima sogokan.
10. Jurnalis menggunakan cara yang etis dan profesional untuk memperoleh berita, foto, dan dokumen.
11. Jurnalis segera memperbaiki, meralat, atau mencabut berita yang diketahuinya keliru atau tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada publik.
12. Jurnalis melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis dilarang menjiplak.
15. Jurnalis tidak menyembunyikan praktik-praktik tidak etis yang terjadi di kalangan jurnalis dan media.
16. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus atau latar belakang sosial lainnya.
17. Jurnalis menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
18. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur.
19. Jurnalis menghormati privasi, kecuali untuk kepentingan publik.
20. Jurnalis dilarang menyajikan berita atau karya jurnalistik dengan mengumbar kecabulan, kekejaman, kekerasan fisikpsikologisdanseksua.
21. Jurnalis tidak beritikad buruk, menghindari fitnah, dan pencemaran nama baik.
- 6 kali dilihat