Konsensus Bisa jadi Alternatif dalam Tata Kelola Internet
Perkembangan teknologi berbasis internet di dunia selalu berjalan lebih cepat dari pemahaman sosial dan hukum yang berkembang di masyarakat. Makanya perlu ada sebuah kesepakatan di antara para pemegang kepentingan dalam tata kelola internet.
Pakar teknologi informasi, Onno W. Purbo sepakat menggunakan konsensus daripada pengaturan internet berdasarkan undang-undang yang menggunakan pendekatan hukum. “Aturan hukum itu selalu berjalan lambat di belakang perkembangan teknologi,” ujarnya dalam Diskusi Publik “Tata Kelola Internet serta Kaidah Pertukaran Informasi melalui Internet” di Lounge Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (14/2).
Diskusi yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia-AJI Bandung dan Universitas Padjadjaran ini juga menghadirkan Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Sigit Suseno, praktisi media massa cetak dari Pikiran Rakyat Budhiana Kartawijaya, praktisi media online dari merdeka.com Sapto Anggoro, serta Heru Margiyanto dari Divisi Media Baru AJI Indonesia.
Onno menyayangkan pendekatan Pemerintah Indonesia dalam tata kelola internet yang menggunakan pendekatan hukum. Semuanya diatur tegas oleh pemerintah.
Berdasarkan pengalamannya, Onno menjelaskan, di dunia maya itu banyak komunitas yang terbentuk dan saling berkomunikasi. Meski demikian, para anggota komunitas itu saling menghargai dan menghormati satu dengan lainnya karena berpegang pada sebuah konsensus yang disebut netikat.
Namun, upaya menciptakan konsensus tersebut harus dibarengi pemahaman dan perilaku masyarakat tentang tata kelola internet. “Onno tidak punya duit, saya main massa sampai hari ini. Tekniknya sederhana saja. Kita buat sebanyak mungkin orang Indonesia pintar dan biar mereka yang ‘menyerang’ pemerintah itu,” ujar Onno.
Ilustrasinya, sambung Onno, dengan membuat berbagai tulisan dan buku yang mudah dipahami masyarakat. “Isinya bagaimana teknik membuat internet murah. Karena kita ini habis diperas jadi konsumen, tapi kalau kita mengerti teknologi (bisa lain ceritanya),” papar dia.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Bandung, Sigid Soeseno mengatakan, keberadaan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tetap dibutuhkan karena internet itu memiliki dampak negatif juga. Dia mengungkapkan, transaksi secara elektronik bisa dilindungi oleh aturan tersebut.
Namun dia juga sependapat dengan Onno agar pemerintah tidak mengatur seluruh hal yang berkaitan dengan tata kelola internet di Indonesia. “Di negara maju juga sanksi pidana sudah mulai berkurang,” imbuhnya.
Dari sisi praktisi media cetak, Budhiana Kartawijaya memaparkan perkembangan teknologi internet tidak akan mematikan media cetak. Kepala Divisi Pengembangan Usaha Digital Pikiran Rakyat ini menilai keberadaan teknologi internet bisa menjadi ‘tambang’ uang bagi pengelola media cetak asalkan tepat mengembangkan bisnisnya.
- 3 kali dilihat