Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP: Mendesak DPR-RI dan Pemerintah untuk Transparan dan Buka Partisipasi Publik Bermakna dalam Pembahasan dan Fokus Pada 9 Masalah Krusial Di RUU KUHAP
Pada Selasa, 8 April 2025, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menghadiri diskusi informal dengan undangan yang dikirim langsung oleh Ketua Komisi III DPR RI kepada beberapa anggota Koalisi. Pertemuan tersebut bertempat di ruang rapat Komisi III, Nusantara 2 DPR-RI. Hanya dihadiri oleh Ketua Komisi III dan Badan Keahlian Dewan (BKD) dan beberapa anggota koalisi yang diundang.
Kami memberikan penekanan bahwa diskusi ini adalah diskusi informal yang diinisiasi oleh Ketua Komisi III. Diskusi ini bukan bagian dari proses pembahasan formal RUU KUHAP, sehingga tidak dapat dijadikan sebagai klaim bahwa partisipasi publik bermakna telah dilakukan. Kami menghargai inisiatif yang dilakukan oleh Ketua Komisi III ini, namun poin perbaikan utamanya dalam proses pembahasan harus dilakukan.
Dalam pertemuan 8 April 2025 tersebut, kami menggarisbawahi beberapa catatan.
Pertama, terdapat proses pembahasan yang bermasalah. Pada pertengahan Januari 2025, anggota-anggota koalisi dilibatkan dalam proses penyusunan RUU di BKD DPR. Pada masa itu, ketua Komisi III juga menyatakan bahwa proses penyusunan dimulai dari nol/ awal. Namun, kemudian secara tiba-tiba pada 18 Januari 2025, DPR menyepakati RUU KUHAP menjadi usulan DPR pada rapat paripurna, pada saat itu sama sekali tidak tersedia informasi mengenai draft RUU yang dibawa ke paripurna tersebut. Bahkan anggota Komisi III juga menyatakan tidak mengetahui draft awal RUU KUHAP tersebut. Hal ini menandakan kurangnya transparansi dan partisipasi publik yang bermakna dalam proses penyusunan RUU KUHAP.
Kedua, substansi draft RUU KUHAP 2025 menghilangkan rangkaian sejarah pembahasan RUU KUHAP sebelumnya. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP sudah lama terbentuk dan terlibat aktif dalam advokasi yang berkaitan dengan hukum acara pidana. Dari mulai penanganan kasus hingga advokasi strategis untuk pembaharuan KUHAP. Draft versi 17 Februari 2025 yang kemudian berkembang menjadi draft 20 Maret 2025, yang tidak menjawab permasalahan KUHAP saat ini. Bahkan kebaruan-kebaruan progresif yang telah dimuat dalam RUU KUHAP versi 2012 hilang dari draft RUU KUHAP 2025. Misalnya materi krusial yang hilang yaitu hilangnya konsep hakim pemeriksa pendahuluan (HPP) yang menjadi tonggak judicial scrutiny atau pengawasan pengadilan bagi seluruh penilaian perlu atau tidaknya dilakukan upaya paksa dan pengujian sah atau tidak upaya paksa yang telah dilakukan, serta HPP dapat memeriksa seluruh pelanggaran hak tersangka. Konsep progresif tersebut hilang dalam draft 2025.
Draft RKUHAP saat ini menghilangkan materi-materi progresif yang dimuat dalam perjalanan panjang pembahasan RKUHAP dari 2004 hingga 2012. Materi lainnya seperti kepastian tindak lanjut laporan pidana untuk bisa diadukan ke Penuntut Umum, adanya habeas corpus pasca ditangkap orang harus dihadapkan ke hakim, batas waktu penahanan sebelum persidangan, hingga seluruh upaya paksa yang harus dilakukan atas izin hakim yang setidaknya menjamin akuntabilitas dan meminimalisir monopoli diskresi penyidik.
Ketiga, Draft RKUHAP saat ini tidak mengakomodir sembilan isu krusial yang perlu masuk dalam RKUHAP yang menjadi tuntutan koalisi. Sembilan materi tersebut mulai dari 1) kejelasan tindak lanjut laporan tindak pidana, 2) mekanisme pengawasan oleh pengadilan (judicial scrutiny), 3) standar upaya paksa berdasarkan perlindungan HAM, 4) akuntabilitas teknik investigasi khusus, 5) peran advokat dan jaminan keberimbangan proses peradilan pidana, 6) sistem hukum pembuktian dan alat bukti, 7) aturan terkait sidang elektronik dan jaminan asas peradilan terbuka untuk umum, 8) akuntabilitas penyelesaian perkara diluar persidangan, hingga 9) jaminan pemenuhan hak-hak tersangka, saksi, korban kelompok rentan dan disabilitas.
Dalam pertemuan 8 April 2025 tersebut, Ketua Komisi III DPR juga menyatakan bahwa RUU KUHAP draft 2025 lebih banyak hasil inisiatif pribadi Ketua Komisi III yang berlatar belakang sebagai advokat, dengan menyoroti bahwa saat ini hak-hak advokat dan tersangka tidak diatur dalam KUHAP. Sayangnya, Ketua Komisi III menyampaikan bahwa RKUHAP 2025 tidak dapat mengakomodasi semua keinginan masyarakat. Fokusnya terbatas pada penguatan hak advokat, hak tersangka, dan restorative justice (RJ). Dalam draft ini, Ketua Komisi III menghindari perubahan terhadap kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH), pengenalan kelembagaan baru, untuk menghindari potensi benturan antar APH.
Koalisi menyayangkan komitmen tersebut, namun, kami mengedepankan bahwa proses ini adalah bagian dari proses terbuka pembahasan UU. Seluruh materi krusial yang kami sampaikan tidak cukup hanya direspon oleh Ketua Komisi III. Kami akan memantau dan melakukan seluruh rangkaian advokasi pembahasan RUU KUHAP, pada seluruh elemen Pemerintah dan DPR yang bertanggungjawab pada seluruh proses pembahasan RUU KUHAP. Oleh karena itu Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian serius, memastikan bahwa setiap langkah dalam proses legislasi ini benar-benar mencerminkan kepentingan publik dan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa.
Maka dari itu, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mendesak:
1 Komisi III DPR-RI untuk segera membuka akses informasi terkait draf RKUHAP dan diskusi-diskusi pembahasannya dengan Kementerian/Lembaga negara yang telah tertutup sejak Januari hingga pertengahan Maret 2025. Tertutupnya proses pembahasan ini telah mengakibatkan tidak adanya partisipasi bermakna dari berbagai pihak yang selama ini berkontribusi dalam sistem peradilan pidana, termasuk organisasi profesi, akademisi, advokat, lembaga layanan korban, komunitas korban, kelompok rentan, serta masyarakat sipil lainnya. Proses yang terkesan terburu-buru ini semakin diperparah dengan pernyataan bahwa target pembahasan RKUHAP tidak akan melebihi dua kali masa sidang. Padahal, RKUHAP secara keseluruhan mencakup sebanyak 334 pasal dengan total daftar inventarisasi masalah (DIM) yang perlu dibahas mencapai 1570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan. Oleh karena itu, kami menekankan pentingnya melibatkan semua elemen secara aktif dalam proses ini agar hasil akhir dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara menyeluruh.
2 Kami mendesak agar sembilan isu krusial yang saat ini tidak diakomodir dalam draf RKUHAP segera dimasukkan ke dalam penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP yang akan datang. Tanpa memasukkan sembilan isu krusial ini ke dalam draf RKUHAP, maka KUHAP baru yang akan dihasilkan tidak akan mencerminkan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia dan tidak mengatasi masalah KUHAP saat ini. Oleh karena itu, kami menekankan urgensi untuk mengintegrasikan semua aspek tersebut demi tercapainya reformasi sistem peradilan pidana yang lebih baik dan terciptanya KUHAP yang adil dan beradab.
Jakarta, 9 April 2025
Hormat Kami,
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP
1. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
2. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
3. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR)
4. PBH
5. KontraS
6. AJI Indonesia
7. Aksi Keadilan
8. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
9. Indonesian Legal Resource Center (ILRC)
10. Koalisi Reformasi Kepolisian
11. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI)
12. LBH Masyarakat
13. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet)
14. Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers)
15. Imparsial
16. Perhimpunan Jiwa Sehat
17. LBH APIK Jakarta
18. Themis Indonesia
19. PIL-Net
20. Amnesty International Indonesia
21. Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD)
- 121 kali dilihat