Laki-laki masih mendominasi pers Indonesia. Diskusi-diskusi tentang pers, anggota organisasi pers, dan jabatan lembaga negara terkait pers, sebagian besar ditempati laki-laki. Tidak terkecuali posisi puncak di perusahaan-perusahaan media. Faktornya mungkin beragam mulai dari rekrutmen jurnalis yang lebih memprioritaskan laki-laki hingga budaya patriarki yang sudah mengakar di Indonesia.
Tidak jarang, kita mendengar personalia perusahaan lebih senang mencari jurnalis laki-laki ketimbang perempuan. Alasannya tidak masuk akal karena lelaki dianggap lebih sesuai dengan kerja jurnalis yang dinilai 'keras'. Padahal tidak sedikit, jurnalis perempuan yang mampu membuat liputan bernas di wilayah-wilayah konflik.
Adapula perusahaan media yang tidak mau merekrut perempuan yang sudah memiliki anak karena khawatir tidak maksimal bekerja. Tapi hal yang sama tidak pernah menjadi pertanyaan ke laki-laki yang memiliki anak. Padahal anak merupakan tanggung jawab bersama orang tua. Maka tidak heran, jika komposisi jurnalis di Tanah Air masih sebagian besar didominasi laki-laki.
Kendati, sejumlah organisasi juga sudah mendorong kesetaraan di dunia pers. Semisal dengan memboikot forum-forum diskusi yang semua pembicaranya lakilaki. Atau mendorong perempuan menduduki posisi puncak di perusahaan pers, organisasi pers, maupun lembaga negara seperti Dewan Pers.