x

AJI Membuka Diri untuk Jurnalis Warga Bergabung

Kongres di usia AJI yang sudah 20 tahun ini juga menandai sebuah transformasi besar AJI. Sejumlah perubahan penting diakomodasi dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga AJI.

Setelah belasan tahun hanya mengakomodasi keanggotaan hanya terbuka bagi jurnalis profesional yang bekerja di media berbadan hukum, AJI kini bisa menerima keanggotaan jurnalis warga yang menerbitkan karyanya bukan di pers nasional yang berbadan hukum. 

"AJI kembali ke khittahnya seperti saat 20 tahun lalu, di mana ada sejumlah jurnalis pemberani yang menerbitkan Suara Independen, tanpa izin terbit, tanpa badan hukum jelas sebagai penerbit, persis seperti blogger atau jurnalis warga lakukan hari ini demi menyampaikan kebenaran," kata Ketua Umum AJI, Suwarjono.

AJI memperlakukan jurnalis warga laiknya jurnalis yang bekerja di media pers nasional, dengan persyaratannya adalah melakukan kegiatan jurnalisme secara teratur dan tentu saja melakukannya dengan standar dan etika jurnalistik. Suwarjono menyatakan, entitas jurnalis warga ini tak tercakup dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 tentang Pers, namun AJI melakukan terobosan dengan mengakomodasi mereka.

"Agar kami bisa memberikan pemahaman kode etik jurnalistik, bekerja berdasarkan prinsip-prinsip jurnalistik," kata Suwarjono yang biasa dipanggil Jono. 

AJI melihat penguatan posisi jurnalis warga adalah bagian dari perkembangan pesat era new media, di mana opini publik dibentuk tidak hanya oleh media mainstream, namun juga langsung oleh publik. AJI mendorong warga menjadi komunitas melek media, memperbanyak alternatif berita bagi publik, bukan hanya berita yang disuguhkan dari redaksi-redaksi media besar nasional yang umumnya bagian dari selusin pemilik. Namun, berita-berita dari publik tersebut harus memenuhi standar kode etik jurnalistik, sehingga tetap bisa dipertanggungjawabkan.

https://ci6.googleusercontent.com/proxy/RnNZfQn2o2xpggJQqefCOervMbPIci5mujDPJnvl43kv6Rtxjyh5gHN_JKVzeU-aaGz3pePFgxfoAAtZJZNx8mveVTc-11j98EfuAJVcumUenA=s0-d-e1-ft#https://ssl.gstatic.com/ui/v1/icons/mail/images/cleardot.gifPenindakan Kasus Etik

Perubahan penting lain yang dihasilkan AJI dalam Kongres ini adalah penguatan lembaga Majelis Etik. Kongres memberi wewenang lembaga ini menindak atau memberi sanksi atas pelanggaran kode etik AJI.

"Anggota AJI juga kini dilarang menjadi anggota partai politik, memperkuat aturan lama yang melarang anggota berpartisipasi dalam kontestasi politik, baik sebagai calon atau tim sukses," kata Suwarjono.

Sebelum pemilihan digelar, AJI merumuskan 11 resolusi untuk periode 2014-2017 ini, yakni sebagai berikut :

  1. Mendesak perusahaan pers menerapkan standar pengupahan yang layak bagi jurnalis baik mereka yang berstatus karyawan maupun kontributor. Terkait skema upah terhadap kontributor, AJI juga mendesak perusahaan pers menerapkan skema kontrak yang jelas, tidak merugikan jurnalis serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.
  2. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial. Bagi perusahaan yang telah menyediakan sistem jaminan sosial bagi jurnalis, agar tetap memberikan sistem jaminan yang bermutu selain sistem jaminan sosial nasional.
  3. Menyerukan pengurus AJI di daerah-daerah terhadap anggota AJI agar mengawasi dan mengingatkan tentang standar pengupahan yang layak.
  4. Mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang tak terungkap hingga 18 tahun berlalu dan kematian 7 jurnalis lainnya yaitu Naimullah, Agus Mulyawan, M. Jamaluddin, Ersa Siregar, Herliyanto, Ardiansyah Matra’is Wibisono dan Alfred Mirulewan.
  5. Mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusut pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan sudut pandang UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. 
  6. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi.
  7. Mengingatkan para jurnalis dan perusahaan pers tak mengabaikan kode etik jurnalistik serta memiliki sensitifitas terutama tentang pemberitaan perempuan dan anak. 
  8. Menyerukan jurnalis agar tetap menjaga independensi di tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan menolak suap, apapun bentuknya.
  9. Menyerukan perusahaan dan instansi pemerintah menghapus anggaran untuk jurnalis dalam bentuk apapun.
  10. Mengingatkan jurnalis untuk teguh mematuhi kode etik jurnalistik.
  11. Mendesak pemerintah mencabut semua UU yang mengancam kebebasan berekspresi

Sementara itu, Sekretaris Jenderal AJI, Arfi Bambani Amri, menyatakan akan melibatkan sebanyak mungkin anggota-anggota terbaik AJI untuk turut menyukseskan program-program yang sudah dirancang dalam Kongres. Arfi sudah mengajak Abdul Manan, mantan Sekretaris Jenderal AJI; dan Renjani, mantan Ketua AJI Kota Semarang; yang berpasangan ikut dalam pemilihan Ketua Umum dan Sekjen AJI, untuk bergabung dalam kepengurusan.

"Meski hanya beranggota 1.993 jurnalis dari berbagai tempat di Indonesia dan luar negeri, Aliansi Jurnalis Independen bisa besar karena konsistensi, persistensi dan perkawanan dengan semua kelompok prodemokrasi, prokebebasan pers, dan prokebebasan berpendapat. Tetaplah membantu kami dengan beri masukan, kritik bahkan kecaman," kata Arfi.

Suwarjono adalah Pemimpin Redaksi www.suara.com Suwarjono menghabiskan sebagian besar karier profeisonalnya di media online, mulai dari www.detik.com, www.okezone.com , www.viva.co.id dan terakhir, membangun www.suara.com

Suwarjono bergabung  ke AJI Jakarta pada tahun 1999 dan langsung menjadi pengurus Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta.  Minim pengurus AJI Indonesia yang mengurus sektor “buruh”, membuat dia sejak tahun 2001 masuk kepengurusan AJI Indonesia, menjadi koordinator serikat pekerja di bawah kepemimpinan Ati Nurbaiti-Solahudin. Selanjutnya, menjadi pengurus AJI Indonesia periode Eddy Suprapto – Nezar Patria, Heru Hendratmoko-Abdul Manan, Nezar Patria – Jajang Jamaluddin dan terakhir menjadi Sekjen AJI.

Sementara Arfi Bambani Amri adalah kepala kompartemen nasional, politik dan metropolitan di www.viva.co.id. Arfi sebelumnya duduk di Divisi Etik dan Pengembangan Profesi AJI, menyusun Uji Kompetensi Jurnalis yang digelar AJI sejak tahun 2011.

Jakarta, 1 Desember 2014

 


Suwarjono                                                                         Arfi Bambani Amri

Ketua Umum                                                                    Sekretaris Jenderal

 

Kontak:

Arfi Bambani Amri 0856-7283735

E-mail: a_bambani@yahoo.com

============================

Lampiran I

 

Garis-Garis Besar Haluan Program

Aliansi Jurnalis Independen

2014-2017

 

Profesionalisme Jurnalis

1.    Meningkatkan dan memperkuat independensi jurnalis dan ruang redaksi

2.    Meningkatkan standar etika dan integritas jurnalis

3.    Meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan jurnalistik

4.    Meningkatkan pemahaman jurnalis terhadap isu tematik dan aktual

5.    Menyelenggarakan Uji Kompetensi Jurnalis

6.    Menyiapkan jurnalis untuk menghadapi era media baru dan konvergensi media.

 

Kesejahteraan Jurnalis

1.    Memperjuangkan dan mewujudkan kesejahteraan jurnalis sebagai pekerja media

2.    Membangun kesadaran kalangan media untuk memenuhi hak-hak jurnalis perempuan

3.    Membangun kesadaran yang lebih merata di kalangan pekerja media untuk memperjuangkan kesejahteraan melalui serikat pekerja

4.    Mendukung penguatan FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Media Independen)

5.    Memperjelas hubungan kerja antara koresponden dengan perusahaan media sesuai dengan undang-undang yang berlaku

6.    Memastikan jurnalis mendapat jaminan kesehatan, keselamatan kerja dan jaminan hari tua

7.    Mendorong kewirausahaan di bidang media bagi jurnalis

8.    Mengusahakan revisi standar perusahaan pers yang dikeluarkan dewan pers

9.    Mengusahakan atau mendorong adanya upah sektoral bagi jurnalis

 

Kemerdekaan Pers

1.    Memperjuangkan dan melindungi kemerdekaan pers

2.    Menguatkan hukum dan regulasi untuk melindungi kebebasan pers

3.    Mendesak perusahaan media untuk melindungi jurnalisnya dari jeratan hukum dan ancaman kekerasan

4.    Mendorong penghapusan regulasi yang menghambat kebebasan pers

5.    Membangun media literasi bagi masyarakat tentang jurnalisme warga

6.    Memastikan penegak hukum khususnya kepolisian menggunakan UU Pers  dan MOU antara Dewan Pers dan Kepala Kepolisian RI dalam menyelesaikan perkara hukum dan kekerasan terhadap jurnalis

 

Penguatan Organisasi

1.    Menempatkan iuran anggota sebagai tulang punggung organisasi

2.    Memperkuat posisi tawar AJI terhadap pemilik media dan negara

3.    Memaksimalkan peran AJI dalam proses pembuatan kebijakan strategis terkait profesi jurnalis, baik di tingkat lokal maupun nasional

4.    Memperkuat sistem komunikasi AJI Indonesia – AJI Kota

5.    Meningkatkan perencanaan strategis, sistem evaluasi program yang lebih kuat, dan penekanan yang lebih besar terhadap pengawasan dari dampak yang ditimbulkan setiap aktivitas AJI

6.    Meningkatkan kapasitas AJI Kota dalam menyusun program, mencari pendanaan dan mengembangkan jaringan, termasuk menetapkan kriteria sumber dana yang sesuai dengan AD/ART

7.    Meningkatkan peran strategis AJI secara nasional, regional dan internasional

8.    Menambah jumlah anggota dan jumlah AJI Kota

9.    Meningkatkan kualitas rekrutmen anggota, termasuk rencana induk proses rekrutmen

10. Meningkatkan kuantitas dan kualitas anggota perempuan

11. Merintis dan membuat sistem pengelolaan dana abadi AJI untuk organisasi

12. Membuat terbitan berkala untuk media komunikasi anggota AJI

13. Memfasilitasi program-program yang berkelanjutan di AJI Kota

14. Mendorong AJI Kota memiliki sekretariat representatif

15. Mengembangkan sistem informasi terbuka yang mengacu pada UU KIP

 

 

Lampiran 2 

RESOLUSI KONGRES

Aliansi Jurnalis Independen (AJI)

"Jurnalis Sejahtera dan Pers Profesional"

 

Pengantar 

Kongres Aliansi Jurnalis Independen (AJI) ke-9 di Bukittinggi, November 2014, telah 

mengeluarkan 12 poin resolusi baru.

RESOLUSI

AJI memandang perjuangan atas kesejahteraan jurnalis sebagai hal yang tetap relevan terhadap upaya menegakkan profesionalisme pers. Iklim kebebasan pers dan industrialisasi media belum sepenuhnya berimbas pada nasib jurnalis, yang merupakan subyek paling penting dalam industri pers. 

Realitas hubungan industrial antara jurnalis dan perusahaan di Indonesia menjadi alasan bagi AJI untuk terus mendorong terwujudnya jurnalis yang sejahtera. AJI mendesak perusahaan media atau perusahaan pers untuk mematuhi undang-undang SJSN dan BPJS sebagai kewajiban perusahaan memberikan perlindungan sosial.

Adapun soal pengupahan AJI terus mendesak perusahaan pers mengikuti standar upah layak jurnalis di masing-masing daerah. Perusahaan pers yang memperkerjakan jurnalis tidak tetap (koresponden, kontributor, freelance,stringer) agar menerapkan skema kontrak kerja sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan yang mengacu kerja waktu tertentu dengan kompensasi yang layak, serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial.

Menolak Impunitas dan Ancaman Terhadap Pers

AJI menolak praktik impunitas untuk pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Oleh sebab itu AJI mendesak rezim Presiden Joko Widodo mengusut tuntas kasus pembunuhan terhadap wartawan harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin alias Udin yang meninggal di Yogyakarta, 16 Agustus 1996 (pada usia 32 tahun). Juga untuk 7 kasus lainnya yang saat ini belum tuntas. Soal Kasus Udin, AJI menolak untuk melupakan. Demi melawan praktik impunitas, AJI menolak anggapan bahwa per 16 Agustus 2014 yakni memasuki 18 tahun, kasus pembunuhan Udin telah kedaluwarsa. AJI meminta kepada Presiden RI untuk menetapkan tanggal 16 Agustus sebagai Hari Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis di Indonesia.

Ancaman terhadap kemerdekaan pers bukan hanya datang dari lingkungan di luar pers. Untuk pertama kali dalam sejarah AJI, lembaga ini menyatakan pada peringatan HUT ke-20 AJI bahwa beberapa penanggung jawab media lembaga penyiaran di Indonesia sebagai musuh kebebasan pers. Hal ini menjadi catatan penting, sekaligus pengingat pada publik dan insan pers. Oleh sebab itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) agar tetap menjadi acuan bagi penegakan hukum soal ancaman terhadap kebebasan pers. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi.

Komoditas Media dan Perempuan 

AJI mendorong agar pers menjadikan isu mengenai perempuan yang bisa mendorong kemandirian perempuan ketimbang hanya menjadikan perempuan sebagai komoditi pemberitaan. Menjadikan perempuan sekadar bahan isu-isu sensasional kriminalitas maupun kasus korupsi tak boleh luput dari kritik AJI. Sementara perlindungan terhadap identitas perempuan korban kejahatan asusila perlu selalu didengungkan. 

Hal ini mengacu pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 5 : Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan asusila. Penafsirannya, ”Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak”.  AJI juga mengingatkan bahwa wartawan dan media harus bisa membedakan antara wilayah publik dan privat dalam pemberitaan kasus kejahatan terhadap perempuan baik perempuan sebagai korban maupun pelaku.

Jurnalis Independen Menolak Suap

AJI mengapresiasi kepala daerah, kepala instansi maupun perusahaan swasta yang menyatakan menghapus anggaran amplop bagi wartawan. Kabar penghapusan anggaran amplop untuk wartawan di Propinsi Jawa Tengah menjadi angin segar bagi upaya mendorong pers yang independen, bebas dari suap. AJI mengingatkan segenap jurnalis agar tetap independen tak tergoda suap. Realita ada praktik suap dengan beragam bentuk dan dalih pemberiaan juga harus dicermati dan ditolak.

Media dan Internet

Kemajuan teknologi dan internet diikuti oleh berkembangnya industri media televisi dan online. Perusahaan pers pun menuntut kecepatan bagi jurnalis dalam pelaporan. Potensi kesalahan kian menganga didorong praktik berebut cepat ini. AJI mengingatkan jurnalis dan perusahaan pers agar tetap berpegang pada kode etik jurnalistik yang sudah diakui oleh Dewan Pers. Ada pula pedoman pemberitaan media siber serta yang terbaru, adalah kode perilaku yang disahkan di Kongres ke-9 AJI di Bukittinggi. 

Oleh sebab itu Kongres AJI menyampaikan beberapa poin sikap sebagai resolusi organisasi ini :

1. Mendesak perusahaan pers menerapkan standar pengupahan yang layak bagi jurnalis baik mereka yang berstatus karyawan maupun kontributor. Terkait skema upah terhadap kontributor, AJI juga mendesak perusahaan pers menerapkan skema kontrak yang jelas, tidak merugikan jurnalis serta memberikan jenjang karir mulai dari freelance, jurnalis kontrak, dan karyawan tetap sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.

2. AJI mendesak negara agar menindak tegas perusahaan media yang tidak mendaftarkan karyawannya dalam sistem jaminan sosial. Bagi perusahaan yang telah menyediakan sistem jaminan sosial bagi jurnalis, agar tetap memberikan sistem jaminan yang bermutu selain sistem jaminan sosial nasional.

3. Menyerukan pengurus AJI di daerah-daerah terhadap anggota AJI agar mengawasi dan mengingatkan tentang standar pengupahan yang layak.

4. Mendesak Presiden Joko Widodo menuntaskan kasus pembunuhan terhadap jurnalis Fuad Muhammad Syafrudin alias Udin yang tak terungkap hingga 18 tahun berlalu dan kematian 7 jurnalis lainnya yaitu Naimullah, Agus Mulyawan, M. Jamaluddin, Ersa Siregar, Herliyanto, Ardiansyah Matra’is Wibisono dan Alfred Mirulewan.

5. Mendesak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengusut pelaku kekerasan terhadap jurnalis dengan sudut pandang UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. 

6. AJI menolak segala bentuk intervensi dari pemilik modal dan partai politik di dalam ruang redaksi.

7. Mengingatkan para jurnalis dan perusahaan pers tak mengabaikan kode etik jurnalistik serta memiliki sensitifitas terutama tentang pemberitaan perempuan dan anak. 

8. Menyerukan jurnalis agar tetap menjaga independensi di tengah menjalankan tugas-tugas jurnalistik dengan menolak suap, apapun bentuknya.

9. Menyerukan perusahaan dan instansi pemerintah menghapus anggaran untuk jurnalis dalam bentuk apapun.

10. Mengingatkan jurnalis untuk teguh mematuhi kode etik jurnalistik     

11. Mendesak pemerintah mencabut semua UU yang mengancam kebebasan berekspresi

 

Bukittinggi,   November 2014

Share