Jurnalis ProgreSIP Dikeroyok oleh 10 Anggota Polisi saat Meliput Aksi MayDay di Depan Gedung DPR
Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam tindakan kekerasan yang dialami jurnalis ProgreSIP saat meliput demonstrasi May Day di gerbang Gedung DPR RI, Kamis, 1 Mei 2025. Kejadian ini menambah daftar panjang kekerasan dan intimidasi yang menyasar jurnalis saat meliput demonstrasi.
Saat meliput demo hari buruh di gerbang DPR, sekitar 10 anggota kepolisian berpakaian bebas mengeroyok jurnalis ProgreSIP berinisial Y di depan Talaga Senayan, sekitar pukul 17.25 WIB. Y dikeroyok ketika polisi berupaya membubarkan massa secara paksa. Meski telah menunjukkan kartu pers sebagai awak media, sekelompok orang berpakaian bebas yang diduga anggota polisi tetap melakukan kekerasan. Para pelaku sulit diidentifikasi karena tidak menggunakan seragam.
“Melakukan kekerasan fisik dengan menarik, mencekik, memukul, serta memiting leher Y,” kata Produser ProgreSIP Setyo A Saputro saat dikonfirmasi, Kamis, 1 Mei 2025.
Setyo mengatakan Y awalnya sedang merekam situasi massa aksi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dibubarkan paksa oleh polisi. Namun, sejumlah orang meneriaki Y “anarko”. Sosok yang meneriaki Y, kata Setyo, juga terlibat dalam membubarkan massa aksi. Walhasil mereka pun meminta Y menghapus rekamannya. “Mereka juga menggeledah seluruh saku Sdr. Y dan memaksanya menghapus rekaman dari kamera,” kata Setyo.
Di tengah kekacauan tersebut, seorang pria bernama Andi yang mengaku dari Lembaga Bantuan Hukum Rahadian datang. Andi menegaskan bahwa Y adalah seorang jurnalis. Setelah itu, para aparat membubarkan diri dan meninggalkan lokasi. “Akibatnya, Y mengalami syok dan sempat mengalami sesak napas akibat pengeroyokan tersebut,” kata Setyo.
Sepanjang 2025, AJI mencatat ada 36 kasus kekerasan terhadap jurnalis dengan berbagai bentuk, seperti pemukulan, penganiayaan, perampasan alat kerja, teror, hingga intimidasi. Pada demonstrasi menolak Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Maret lalu, AJI mengungkap telah terjadi 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis di berbagai daerah.
Pada 2024, AJI mengatakan ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus kekerasan fisik paling banyak terjadi dengan jumlah 20 kasus. Adapun, jenis kasus kekerasan lain berupa teror atau intimidasi, pelarangan liputan, ancaman, serangan digital, penuntutan hukum, kekerasan berbasis gender, perusakan alat liputan, hingga pembunuhan.
Pelaku kekerasan pun didominasi oleh polisi dengan jumlah 19 kasus. Pelaku lain meliputi anggota TNI, organisasi masyarakat, orang tak dikenal, aparat pemerintah, hingga perusahaan.
Atas peristiwa tersebut AJI Jakarta dan LBH Pers menyatakan sikap sebagai berikut.
1. Mengecam dan mengutuk intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis.
2. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya beserta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
3. Mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia mengeluarkan peraturan yang melarang anggotanya menyaru dengan menggunakan pakaian bebas saat bertugas mengawal aksi demonstrasi. Pelaksanaan tugas pengamanan aksi unjuk rasa dengan berpakaian bebas menimbulkan kekhawatiran dan penyalahgunaan karena minimnya pengawasan terhadap pelanggaran prosedur.
4. Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.
5. Meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.
6. Dalam asas kebebasan pers, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi, “Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya”.
Ketua AJI Jakarta
Irsyan Hasyim
Direktur Eksekutif LBH Pers
Mustafa SH
Narahubung:
AJI Jakarta (081935007007)
LBH Pers (082146888873)
- 129 kali dilihat